BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan sosial terjadi pada sumua masyarakat dan dalam setiap kurun.
Dampak perubahan tersebut bisa bernilai positif, tetapi
tidak pula tertutup kemungkinan negative. Menurut Noeng Muhadjir dibandingkan
dengan kurun waktu sebelumnya, perubahan sosial pada kurun waktu sebelumnya,
perubahan sosial pada kurun waktu ini berlangsung demikian pesat dan luas. Pada
tingkat perkembangan tertentu proses perubahan ini berjalaan progesif.
Munculnya inovasi baru dengan kualitas tinggi akan mendorong proses perubahan
terjadi dengan cepat dan sebaliknya.[1]
William F. Ogburn dalam Moore (2002), berusaha
memberikan suatu pengertian tentang perubahan sosial. Ruang lingkup perubahan
sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun immaterial.
Penekannya adalah pada pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap
unsur-unsur immaterial. Perubahan sosial diartikan sebagai perubahan-perubahan
yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
Definisi lain dari perubahan sosial adalah segala
perubahan yang terjadi dalam lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat,
yang mempengaruhi sistem sosialnya. Tekanan pada definisi tersebut adalah pada
lembaga masyarakat sebagai himpunan kelompok manusia dimana perubahan mempengaruhi
struktur masyarakat lainnya (Soekanto, 1990). Perubahan sosial terjadi karena
adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat
seperti misalnya perubahan dalam unsur geografis, biologis, ekonomis dan
kebudayaan. Sorokin (1957), berpendapat bahwa segenap usaha untuk mengemukakan
suatu kecenderungan yang tertentu dan tetap dalam perubahan sosial tidak akan
berhasil baik.
Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan
budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi
kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi
perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Ruang
lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun
demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut
sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).
Perubahan kebudayaan bertitik tolak dan timbul
dari organisasi sosial. Pendapat tersebut dikembalikan pada pengertian
masyarakat dan kebudayaan. Masyarakat adalah sistem hubungan dalam arti
hubungan antar organisasi dan bukan hubungan antar sel. Kebudayaan mencakup
segenap cara berfikir dan bertingkah laku, yang timbul karena interaksi yang
bersifat komunikatif seperti menyampaikan buah pikiran secara simbolik dan
bukan warisan karena keturunan (Davis, 1960). Apabila diambil definisi
kebudayaan menurut Taylor dalam Soekanto (1990), kebudayaan merupakan kompleks
yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat
dan setiap kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat, maka
perubahan kebudayaan dalah segala perubahan yang mencakup unsur-unsur tersebut.
Soemardjan (1982), mengemukakan bahwa perubahan sosial dan perubahan kebudayaan
mempunyai aspek yang sama yaitu keduanya bersangkut paut dengan suatu cara
penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat
memenuhi kebutuhannya.
Untuk mempelajari perubahan pada masyarakat, perlu
diketahui sebab-sebab yang melatari terjadinya perubahan itu. Apabila diteliti
lebih mendalam sebab terjadinya suatu perubahan masyarakat, mungkin karena
adanya sesuatu yang dianggap sudah tidak lagi memuaskan. Menurut Soekanto
(1990), penyebab perubahan sosial dalam suatu masyarakat dibedakan menjadi dua
macam yaitu faktor dari dalam dan luar. Faktor penyebab yang berasal dari dalam
masyarakat sendiri antara lain bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk,
penemuan baru, pertentangan dalam masyarakat, terjadinya pemberontakan atau
revolusi. Sedangkan faktor penyebab dari luar masyarakat adalah lingkungan
fisik sekitar, peperangan, pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di
atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana
perubahan sosial terjadi dan dampak apa yang ditimbulkan dalam dalam masyarakat
akibat perubahan social tersebut.
C.
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
mengetahui bagaimana perubahan sosial terjadi dan dampak apa yang ditimbulkan
dalam dalam masyarakat akibat perubahan sosial tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
Perubahan sosial dapat diartikan sebagai segala perubahan pada
lembaga-lembaga sosial dalam suatu masyarakat. Perubahan-perubahan pada
lembaga-lembaga sosial itu selanjutnya mempunyai pengaruhnya pada sistem-sistem
sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, pola-pola perilaku ataupun
sikap-sikap dalam masyarakat itu yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial.
Masih banyak faktor-faktor penyebab perubahan sosial yang dapat disebutkan,
ataupun mempengaruhi proses suatu perubahan sosial. Kontak-kontak dengan kebudayaan
lain yang kemudian memberikan pengaruhnya, perubahan pendidikan, ketidakpuasan
masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu, penduduk yang heterogen,
tolerasi terhadap perbuatan-perbuatan yang semula dianggap menyimpang dan melanggar
tetapi yang lambat laun menjadi norma-norma, bahkan peraturan-peraturan atau
hukum-hukum yang bersifat formal.
Perubahan itu dapat mengenai lingkungan hidup dalam arti lebih luas lagi, mengenai
nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola keperilakuan,
strukturstruktur, organisasi, lembaga-lembaga, lapisan-lapisan masyarakat,
relasi-relasi sosial, sistem-sistem komunikasi itu sendiri. Juga perihal
kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial, kemajuan teknologi dan seterusnya.
Ada pandangan yang menyatakan bahwa perubahan sosial itu merupakan suatu respons
ataupun jawaban dialami terhadap perubahan-perubahan tiga unsur utama :
1. Faktor alam
2. Faktor
teknologi
3. Faktor
kebudayaan
Kalau ada perubahan daripada salah satu faktor tadi, ataupun kombinasi dua
diantaranya, atau bersama-sama, maka terjadilah perubahan sosial. Faktor alam
apabila yang dimaksudkan adalah perubahan jasmaniah, kurang sekali menentukan
perubahan sosial. Hubungan korelatif antara perubahan slam dan perubahan sosial
atau masyarakat tidak begitu kelihatan, karena jarang sekali alam mengalami perubahan
yang menentukan, kalaupun ada maka prosesnya itu adalah lambat. Dengan demikian
masyarakat jauh lebih cepat berubahnya daripada perubahan alam. Praktis tak ada
hubungan langsung antara kedua perubahan tersebut. Tetapi kalau faktor alam ini
diartikan juga faktor biologis, hubungan itu bisa di lihat nyata. Misalnya saja
pertambahan penduduk yang demikian pesat, yang mengubah dan memerlukan pola relasi
ataupun sistem komunikasi lain yang baru. Dalam masyarakat modern, faktor
teknologi dapat mengubah sistem komunikasi ataupun relasi sosial. Apalagi
teknologi komunikasi yang demikian pesat majunya sudah pasti sangat menentukan
dalam perubahan sosial itu.
Sedang
pola-pola dalam perubahan sosial meliputi pola linear, pola unilinier, pola
siklus dan pola gabungan.
a.
Pola Linear
Perkembangan masyarakat
mengikuti suatu pola yang pasti. Pemikiran mengenai pola perkembangan linear
kita temukan dalam karya Comte. Menurut Comte
kemajuan progresif peradaban manusia mengikuti suatu jalan yang alami, pasti,
sama, dan tak tcrelakkan. Dalam teorinya yang dikenal dengan nama "Hukum
Tiga Tahap". Pada tahap pertama yang diberinya nama tahap Teologis dan
Militer, Comte melihat bahwa semua hubungan sosial bersifat militer; masyarakat
senantiasa bertujuan menundukkan masyarakat lain. Tahap kedua, tahap Metafisik
dan Yuridis, merupakan tahap antara yang menjembatani masyarakat militer dengan
masyarakat industri. Pengamatan masih dikuasai imajinasi tetapi lambat laun
semakin merubahnya dan menjadi dasar bagi penelitian. Pada tahap ketiga, tahap Ilmu Pengetahuan
dan Industri, industri mendominasi hubungan sosial dan produksi menjadi tujuan
utama masyarakat Imajinasi telah digeser oleh pengamatan dan konsepsi-konsepsi teoritik
telah bersifat positif.
b.
Pola
Unilinier
Spencer mengemukakan bahwa struktur sosial
berkembang secara evolusioner dari struktur yang homogen menjadi heterogen.
Perubahan struktur berlangsung dengan diikuti perubahan fungsi. Suku yang
sederhana bergerak maju secara evolusioner ke arah ukuran lebih besar,
keterpaduan, kemajemukan, dan kepastian sehingga terjelma suatu bangsa yang
beradab.
Comte dan Spencer berbicara mengenai perubahan
yang senantiasa menuju ke arah kemajuan. Namun ada pula pandangan unilinear
yang cenderung mengagung-agungkan masa lampau dan melihat bahwa masyarakat
berkembang ke arah kemunduran suatu
pandangan yang oleh Wilbert E. Moore dinamakan "primitivisme."
c.
Pola Siklus
Menurut pola
siklus, masyarakat berkembang laksana suatu roda: kadang kala naik ke atas,
kadangkala turun ke bawah. Dalam bukunya The Decline of the West , Oswald Spengler
mengemukakan sebagai berikut: the great cultures accomplish their majestic wave
cycles. "They appear suddenly, swell in splendid lines, flatten again, and
vanish ... dan Every culture passes through the age phases of the individual
man. Each has its childhood, youth, manhood, and old age. Kutipan-kutipan ini mencerminkan pandangannya bahwa kebudayaan tumbuh,
berkembang dan pudar laksana perjalanan gelombang, yang muncul mendadak, bcrkembang dan kemudian
lenyap; ataupun laksana tahap perkembangan seorang manusia--melcwati masa muda,
masa dewasa, masa tua, dan akhirnya punah.
d.
Gabungan
Beberapa Pola
Sejumlah teori menampilkan penggabungan antara pola-pola tersebut
di atas.
Pengelompokkan teori perubahan sosial telah dilakukan oleh Strasser dan
Randall. Perubahan sosial dapat dilihat dari empat teori, yaitu teori
kemunculan diktator dan demokrasi, teori perilaku kolektif, teori inkonsistensi
status dan analisis organisasi sebagai subsistem sosial.
Perspektif
|
Penjelasan Tentang Perubahan
|
Barrington Moore, teori kemunculan diktator dan
demokrasi
|
Teori ini didasarkan pada pengamatan panjang
tentang sejarah pada beberapa negara yang telah mengalami transformasi dari
basis ekonomi agraria menuju basis ekonomi industri.
|
Teori perilaku kolektif
|
Teori dilandasi pemikiran Moore namun lebih
menekankan pada proses perubahan daripada sumber perubahan sosial.
|
Teori inkonsistensi status
|
Teori ini merupakan representasi dari teori psikologi sosial. Pada teori ini, individu
dipandang sebagai suatu bentuk ketidakkonsistenan antara status individu dan
grop dengan aktivitas atau sikap yang didasarkan pada perubahan.
|
Analisis organisasi sebagai subsistem sosial
|
Alasan kemunculan teori ini adalah anggapan
bahwa organisasi terutama birokrasi dan organisasi tingkat lanjut yang
kompleks dipandang sebagai hasil transformasi sosial yang muncul pada
masyarakat modern. Pada sisi lain, organisasi meningkatkan hambatan antara
sistem sosial dan sistem interaksi.
|
A. Proses Perubahan Sosial
Proses perubahan sosial terdiri dari tiga tahap
barurutan : (1) invensi yaitu proses di mana ide-ide baru diciptakan dan
dikembangkan, (2) difusi, ialah proses di mans ide-ide baru itu dikomunikasikan
ke dalam Sistem sosial, dan (3) konsekwensi yakni perubahan-perubahan yang
terjadi dalam sistem social sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi.
Perubahan terjadi jika penggunaan atau penolakan ide baru itu mempunysi akibat.
Karena itu perubahan sosial adalah akibat komunikasi sosial.
Beberapa pengamat terutama ahli anthropologi
memerinci dua tahap tambahan dalam urutan proses di atas. Salah satunya ialah
pengembangan inovasi yang terjadi telah invensi sebelum terjadi difusi. Yang
dimaksud ialah proses terbentuknya ide baru dari suatu bentuk hingga menjadi
suatu bentuk yang memenuhi kebutuhan audiens penerima yang menghendaki. Kami
tidak memaaukkan tahap ini karena ia tidak selalu ada. Misalnya, jika inovasi
itu dalam bentuk yang siap pakai. Tahap terakhir yang terjadi setelah
konsekwensi, adalah menyusutnya inovasi, ini menjadi bagian dari konsekwensi.
Yang memicu terjadinya perubahan dan sebaliknya
perubahan sosial dapat juga terhambat kejadiannya selagi ada faktor yang
menghambat perkembangannya. Faktor pendorong perubahan sosial meliputi kontak
dengan kebudayaan lain, sistem masyarakat yang terbuka, penduduk yang heterogen
serta masyarakat yang berorientasi ke masa depan. Faktor penghambat antara lain
sistem masyarakat yang tertutup, vested interest, prasangka terhadap hal yang
baru serta adat yang berlaku.
Perubahan sosial dalam masyarakat dapat dibedakan
dalam perubahan cepat dan lambat, perubahan kecil dan besar serta perubahan
direncanakan dan tidak direncanakan. Tidak ada satu perubahan yang tidak meninggalkan dampak pada masyarakat
yang sedang mengalami perubahan tersebut. Bahkan suatu penemuan teknologi baru
dapat mempengaruhi unsur-unsur budaya lainnya. Dampak dari perubahan sosial
antara lain meliputi disorganisasi dan reorganisasi sosial, teknologi serta
cultural.
B.
Penyebab
Perubahan Sosial
1. Dari Dalam Masyarakat
ü Mobilitas
Penduduk
Mobilitas penduduk ini meliputi bukan
hanya perpindahan penduduk dari desa ke kota atau sebaiiknya, tetapi juga
bertambah dan berkurangnya penduduk
ü Penemuan-penemuan
baru (inovasi)
Adanya penemuan teknologi baru,
misalnya teknologi plastik. Jika dulu daun jati, daun pisang dan biting (lidi)
dapat diperdagangkan secara besar-besaran maka sekarang tidak lagi.
Suatu proses sosial perubahan yang
terjadi secara besar-besaran dan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama
sering disebut dengan inovasi atau innovation. Penemuan-penemuan baru sebagai
sebab terjadinya perubahan-perubahan dapat dibedakan dalam
pengertian-pengertian Discovery dan Invention
Discovery adalah penemuan unsur kebudayaan baru baik berupa
alat ataupun gagasan yang diciptakan oleh seorang individu atau serangkaian
ciptaan para individu.
Discovery baru menjadi invention kalau masyarakat sudah
mengakui dan menerapkan penemuan baru itu.
ü
Pertentangan masyarakat
Pertentangan dapat terjadi antara
individu dengan kelompok atau antara kelompok dengan kelompok.
ü Terjadinya
Pemberontakan atau Revolusi
Pemberontakan dari para mahasiswa,
menurunkan rezim Suharto pada jaman orde baru. Munculah perubahan yang sangat
besar pada Negara dimana sistem pemerintahan yang militerisme berubah menjadi
demokrasi pada jaman refiormasi. Sistem komunikasi antara birokrat dan rakyat
menjadi berubah (menunggu apa yang dikatakan pemimpin berubah sebagai abdi
masyarakat).
2. Dari Luar Masyarakat
ü
Peperangan
Negara yang menang dalam peperangan
pasti akan menanamkan nilai-nilai sosial dan kebudayaannya.
ü
Lingkungan
Terjadinya banjir, gunung meletus,
gempa bumi, dll yang mengakibatkan penduduk di wilayah tersebut harus pindah ke
wilayah lain. Jika wilayah baru keadaan alamnya tidak sama dengan wilayah asal
mereka, maka mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan di wilayah yang baru
guna kelangsungan kehidupannya.
ü
Kebudayaan Lain
Masuknya kebudayaan Barat dalam
kehidupan masyarakat di Indonesia menyebabkan terjadinya perubahan.
C. Faktor-faktor Pendorong dan Penghambat Perubahan
Sosial
1. Faktor-faktor Pendorong
ü Intensitas hubungan/kontak dengan kebudayaan lain
ü Tingkat Pendidikan yang maju
ü Sikap terbuka dari masyarakat
ü Sikap ingin berkembang dan maju dari masyarakat
2. Faktor-faktor Penghambat
ü Kurangnya hubungan dengan masyarakat luar
ü Perkembangan pendidikan yang lambat
ü Sikap yang kuat dari masyarakat terhadap tradisi
yang dimiliki
ü Rasa takut dari masyarakat jika terjadi kegoyahan
(pro kemapanan)
ü Cenderung menolak terhadap hal-hal baru
D.
Dampak Akibat Perubahan Sosial
Arah perubahan
meliputi beberapa orientasi, antara lain (1) perubahan dengan orientasi pada
upaya meninggalkan faktor-faktor atau unsur-unsur kehidupan sosial yang
mesti ditinggalkan atau diubah, (2) perubahan dengan orientasi pada suatu
bentuk atau unsur yang memang bentuk atau unsur baru, (3) suatu perubahan
yang berorientasi pada bentuk, unsur, atau nilai yang telah eksis atau
ada pada masa lampau. Tidaklah jarang suatu masyarakat atau
bangsa yang selain berupaya mengadakan proses modernisasi pada berbagai bidang
kehidupan, apakah aspek ekonomis, birokrasi, pertahanan keamanan, dan bidang
iptek; namun demikian, tidaklah luput perhatian masyarakat atau bangsa yang
bersangkutan untuk berupaya menyelusuri, mengeksplorasi, dan menggali serta
menemukan unsur-unsur atau nilai-nilai kepribadian atau jatidiri
sebagai bangsa yang bermartabat.
Dalam memantapkan
orientasi suatu proses perubahan, ada beberapa faktor yang memberikan kekuatan
pada gerak perubahan tersebut, yang antara lain adalah sebagai berikut, (1)
suatu sikap, baik skala individu maupun skala kelompok, yang mampu menghargai
karya pihak lain, tanpa dilihat dari skala besar atau kecilnya produktivitas
kerja itu sendiri, (2) adanya kemampuan untuk mentolerir adanya sejumlah
penyimpangan dari bentuk-bentuk atau unsur-unsur rutinitas, sebab pada hakekatnya
salah satu pendorong perubahan adanya individu-individu yang menyimpang dari
hal-hal yang rutin. Memang salah satu ciri yang hakiki dari makhluk yang
disebut manusia itu adalah sebagai makhluk yang disebut homo deviant,
makhluk yang suka menyimpang dari unsur-unsur rutinitas, (3) mengokohkan suatu
kebiasaan atau sikap mental yang mampu memberikan penghargaan (reward) kepada
pihak lain (individual, kelompok) yang berprestasi dalam berinovasi,
baik dalam bidang sosial, ekonomi, dan iptek, (4) adanya atau tersedianya
fasilitas dan pelayanan pendidikan dan pelatihan yang memiliki spesifikasi dan
kualifikasi progresif, demokratis, dan terbuka bagi semua fihak yang
membutuhkannya.
Modernisasi,
menunjukkan suatu proses dari serangkaian upaya untuk menuju atau menciptakan
nilai-nilai (fisik, material dan sosial) yang bersifat atau berkualifikasi
universal, rasional, dan fungsional. Lazimnya suka dipertentangkan dengan
nilai-nilai tradisi. Modernisasi berasal dari kata modern (maju), modernity
(modernitas), yang diartikan sebagai nilai-nilai yang keberlakuan dalam aspek
ruang, waktu, dan kelompok sosialnya lebih luas atau universal, itulah
spesifikasi nilai atau values. Sedangkan yang lazim
dipertentangkan dengan konsep modern adalah tradisi, yang
berarti barang sesuatu yang diperoleh seseorang atau kelompok melalui proses
pewarisan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Umumnya tradisi meliputi
sejumlah norma (norms) yang keberlakuannya tergantung pada (depend
on) ruang (tempat), waktu, dan kelompok (masyarakat) tertentu. Artinya
keberlakuannya terbatas, tidak bersifat universal seperti yang berlaku bagi
nilai-nilai atau values. Sebagai contoh atau kasus, seyogianya
manusia mengenakkan pakaian, ini merupakan atau termasuk
kualifikasi nilai (value). Semua fihak cenderung mengakui dan menganut
nilai atau value ini. Namun, pakaian model apa yang harus
dikenakan itu? Perkara model pakaian yang disukai, yang disenangi, yang biasa
dikenakan, itulah yang menjadi urusan norma-norma yang dari tempat ke tempat,
dari waktu ke waktu, dan dari kelompok ke kelompok akan lebih cenderung
beraneka ragam.
Spesifikasi
norma-norma dan tradisi bila dilihat atas dasar proses modernisasi adalah
sebagai berikut, (1) ada norma-norma yang bersumber dari tradisi itu, boleh
dikatakan sebagai penghambat kemajuan atau proses modernisasi, (2) ada pula
sejumlah norma atau tradisi yang memiliki potensi untuk dikembangkan,
disempurnakan, dilakukan pencerahan, atau dimodifikasi sehingga kondusif dalam
menghadapi proses modernisasi, (3) ada pula yang betul-betul memiliki
konsistensi dan relevansi dengan nilai-nilai baru. Dalam kaitannya dengan
modernisasi masyarakat dengan nilai-nilai tradisi ini, maka ditampilkan
spesifikasi atau kualifikasi masyarakat modern, yaitu bahwa masyarakat atau
orang yang tergolong modern (maju) adalah mereka yang terbebas dari kepercayaan
terhadap tahyul. Konsep modernisasi digunakan untuk
menamakan serangkaian perubahan yang terjadi pada seluruh aspek kehidupan
masyarakat tradisional sebagai suatu upaya mewujudkan masyarakat yang
bersangkutan menjadi suatu masyarakat industrial. Modernisasi menunjukkan suatu
perkembangan dari struktur sistem sosial, suatu bentuk perubahan yang
berkelanjutan pada aspek-aspek kehidupan ekonomi, politik, pendidikan, tradisi
dan kepercayaan dari suatu masyarakat, atau satuan sosial tertentu.
Modernisasi suatu
kelompok satuan sosial atau masyarakat, menampilkan suatu pengertian yang
berkenaan dengan bentuk upaya untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang sadar
dan kondusif terhadap tuntutan dari tatanan kehidupan yang semakin meng-global
pada saat kini dan mendatang. Diharapkan dari proses menduniakan seseorang atau
masyarakat yang bersangkutan, manakala dihadapkan pada arus globalisasi tatanan
kehidupan manusia, suatu masyarakat tertentu (misalnya masyarakat Indonesia)
tidaklah sekedar memperlihatkan suatu fenomena kebengongan semata,
tetapi diharapkan mampu merespons, melibatkan diri dan memanfaatkannya secara
signifikan bagi eksistensi bagi dirinya, sesamanya, dan lingkungan sekitarnya.
Adapun spesifikasi sikap mental seseorang atau kelompok yang kondusif untuk
mengadopsi dan mengadaptasi proses modernisasi adalah, (1) nilai budaya atau
sikap mental yang senantiasa berorientasi ke masa depan dan dengan cermat
mencoba merencanakan masa depannya, (2) nilai budaya atau sikap mental yang
senantiasa berhasrat mengeksplorasi dan mengeksploitasi potensi-potensi sumber
daya alam, dan terbuka bagi pengembangan inovasi bidang iptek. Dalam hal ini,
memang iptek bisa dibeli, dipinjam dan diambil alih dari iptek produk asing,
namun dalam penerapannya memerlukan proses adaptasi yang sering lebih rumit
daripada mengembangkan iptek baru, (3) nilai budaya atau sikap mental yang siap
menilai tinggi suatu prestasi dan tidak menilai tinggi status
sosial, karena status ini seringkali dijadikan suatu predikat yang
bernuansa gengsi pribadi yang sifat normatif, sedangkan penilai obyektif hanya
bisa didasarkan pada konsep seperti apa yang dikemukakan oleh D.C. Mc Clelland
(Koentjaraningrat, 1985), yaitu achievement-oriented, (4) nilai budaya
atau sikap mental yang bersedia menilai tinggi usaha fihak lain yang mampu
meraih prestasi atas kerja kerasnya sendiri.
Tanpa harus suatu
masyarakat berubah seperti orang Barat, dan tanpa harus bergaya hidup seperti
orang Barat, namun unsur-unsur iptek Barat tidak ada salahnya untuk ditiru,
diambil alih, diadopsi, diadaptasi, dipinjam, bahkan dibeli. Manakala
persyaratan ini telah dipenuhi dan keempat nilai budaya atau sikap mental yang
telah ditampilkan telah dimiliki oleh suatu masyarakat tersebut. Khusus untuk
masyarakat di Indonesia, sejarah masa lampau mengajarkan bahwa sistem ekonomi,
politik, dan kebudayaan dari kerajaan-kerajaan besar di Asia seperti India dan
Cina, yang diadopsi dan diadaptasi oleh kerajaan-kerajaan di Nusantara ini,
seperti Sriwijaya dan Majapahit, namun fakta sejarah tidak membuktikan
bahwa orang-orang Sriwijaya dan Majapahit, dalam pengadopsian dan
pengadaptasian nilai-nilai kebudayaan tadi sekaligus menjadi orang India atau
Cina.
Proses modernisasi
sampai saat ini masih tampak dimonopoli oleh masyarakat perkotaan (urban
community), terutama di kota-kota Negara Sedang Berkembang, seperti
halnya di Indonesia. Kota-kota di negara-negara sedang berkembang menjadi
pusat-pusat modernisasi yang diaktualisasikan oleh berbagai bentuk kegiatan
pembangunan, baik aspek fisik-material, sosio-kultural, maupun aspek
mental-spiritual. Kecenderungan-kecenderungan seperti ini, menjadikan daerah
perkotaan sebagai daerah yang banyak menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagi
penduduk pedesaan, terutama bagi generasi mudanya. Obsesi semacam ini menjadi
pendorong kuat bagi penduduk pedesaan untuk beramai-ramai membanjiri dan
memadati setiap sudut daerah perkotaan, dalam suatu proses sosial yang disebut urbanisasi.
Fenomena demografis seperti ini, selanjutnya menjadi salah satu sumber
permasalahan bagi kebijakan-kebijakan dalam upaya penataan ruang dan kehidupan
masyarakat perkotaan. Sampai dengan saat sekarang ini masalah perkotaan ini
masih menunjukkan gelagat yang semakin ruwet dan kompleks.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan maka kesimpulan
yang dapat dipaparkan dalam makalah ini adalah :
1. Perubahan sosial dapat diartikan sebagai segala
perubahan pada lembaga-lembaga sosial dalam suatu masyarakat. Perubahan-perubahan
pada lembaga-lembaga sosial itu selanjutnya mempunyai pengaruhnya pada
sistem-sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, pola-pola perilaku
ataupun sikap-sikap dalam masyarakat itu yang terdiri dari kelompok-kelompok
sosial.
2. Proses perubahan sosial terdiri dari tiga tahap
barurutan : (1) invensi yaitu proses di mana ide-ide baru diciptakan dan
dikembangkan, (2) difusi, ialah proses dimana ide-ide baru itu dikomunikasikan
ke dalam Sistem sosial, dan (3) konsekwensi yakni perubahan-perubahan yang
terjadi dalam sistem social sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi.
3. Perubahan sosial selalu menimbulkan perubahan
dalam masyarakat, salah satunya adalah globalisasi yang menimbulkan berbagai
dampak baik positif maupun negative dari sisi positif misalnya perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dinikmati seluruh kelompok sosial
masyarakat.
B.
Saran
Perubahan sosial
dalam masyarakat tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu, olehnya itu kita
sebagai bagian dari kelompok sosial harus berusaha mengendalikan perubahan itu
ke arah yang positif agar budaya yang terbentuk dari perubahan sosial dapat
memberikan manfaat bagi kelangsungan hidup manusia yang makmur dan damai.
DAFTAR
PUSTAKA
Karim, Muhammad Rusli, Seluk Beluk Perubahan Sosial
Gumgum, Gumilar. 2001. Teori
Perubahan Sosial. Unikom. Yogyakarta.
Soekmono, R.tt.
1988. Pengantar Sejarah Kebudayaan
Indonesia. Jakarta:Kanisius
Suyanto, 2002. Merefleksikan Perubahan Sosial Masyarakat
Indonesia. Kompas, 17 Desember 2002, hal. 5.
http://jibis.pnri.go.id/informasi-rujukan/indeks-makalah/thn/2007/bln/03/tgl/29/id/1002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
jangan lupa komentarnya :) no SARA!