Pendahuluan
Asuransi merupakan permasalahan baru bagi umat
Islam karena baik dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits, keduanya tidak menyebutkan
secara pasti hukum dari asuransi secara
eksplisit dan mendetail. Oleh karena itu, ini adalah masalah
baru yang perlu dikaji hukum agamanya untuk mengetahui
halal tidaknya umat muslim menjalankan asuransi.
Rumusan masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah
ini adalah:
1. Apakah pengertian dari
asuransi?
2. Apa saja macam-macam asuransi?
3. Bagaimana pendapat ulama tentang
asuransi?
4. Bagaimana kesimpulan dan
harapan terhadap asuransi?
5. Bagaimana keputusan Konfrensi
Negara-negara Islam sedunia di Kuala Lumpur mengenai asuransi?
6. Bagaimana asuransi dalam system
Islam?
Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui
pengertian, macam-macam, pendapat ulama tentang asuransi, kesimpulan dan
harapan terhadap asuransi, keputusan Konfrensi Negara-negara Islam sedunia di
Kuala Lumpur mengenai asuransi, dan mengetahui asuransi yang sesuai dengan
syariat Islam.
A.
Pengertian
Menurut pasal 246 Watboek
Van Koophandel (kitab Undang-undang Perniagaan), bahwa asuransi pada umumnya adalah
suatu persetujuan di mana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang
dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai peganti kerugian, yang
mungkin akan diderita oleh yang dijamin,[1]
karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi.
Menurut Fuad Mohd.
Fachruddin yang dimaksud dengan asuransi adalah suatu perjanjian-peruntungan.
Sebelumnya beliau menjelaskan definisi asuransi menurut Kitab Undang-Undang
perniagaan pasal 246.
B.
Macam-Macam Asuransi
Asuransi yang terdapat
pada negara-negara di dunia ini bermacam-macam. Hal ini terjadi karena
bermacam-macam pula sesuatu yang diasuransikan. Untuk lebih jelasnya berikut
ini macam-macam asuransi itu.
a.
Asuransi timbal balik
Maksud asuransi timbal balik adalah beberapa
orang memberikan iuran tertentu yang dikumpulkan dengan maksud meringankan atau
melepaskan beban seseorang dari mereka saat mendapat kecelakaan. Jika uang yang
dikumpulkan tersebut telah habis, dipungut lagi iuran yang baru untuk persiapan
selanjutnya, demikian seterusnya.
b.
Asuransi Dagang
Asuransi dagang adalah beberapa manusia yang
senasib bermufakat dalam mengadakan pertanggungjawaban bersama untuk memikul
kerugian yang menimpa salah seorang anggota mereka. Apababila timbul kecelakaan
yang merugikan salah seorang anggota kelompok yang telah berjanji itu, seluruh
orang yang tergabung dalam perjanjian tersebut memikul beban kerugian itu
dengan cara memungut derma (iuran) yang telah ditetapkan atas dasar kerja sama
untuk meringankan teman semasyarakat.
c.
Asuransi Pemerintah
Asuransi pemerintah adalah menjamin
pembayaran harga kerugian kepada siapa saja yang menderita diwaktu terjadinya
suatu kejadian yang merugiakan tanpa mempertimbangkan keuntungannya, bahkan
pemerintahan menaggung kekurangan yang ada karena uang yang dipungut sebagai
iuran dan asuransi lebih kecil daripada harga pembayaran kerugian yang harus
diberikan kepada penderita diwatu kerugian itu terjadi. Asuransi pemerintah
dilakukan secara oblligator atau paksaan dan dilakukan oleh badan-badan yang
telah ditentukan untuk masing-masing keperluan.
d.
Asuransi jiwa
Maksud asuransi jiwa adalah asuransi atas
jiwa orang-orang yang mempertanggungkan atas jiwa oranglain, penanggung
(asurador) berjanji akan membayar sejumlah uang kepada orang yang disebutkan
namanya dalam polis apabila yang mempertanggungkan (yang ditanggung) meninggal
dunia atau sesudah melewati masa-masa tertentu.
e.
Asuransi atas Bahaya Yang
Menimpa Badan
Asuransi atas bahaya yang menimpa badan
adalah asuransi dengan keadaan-keadaan tertentu pada asuransi jiwa atas
kerusakan-kerusakan diri seseorang, seperti asuransi mata, asuransi telinga,
asuransi tangan, atau asuransi atas penyakit-penyakit tertentu. Asuransi ini
banyak dilakukan oleh buruh-buruh industri yang menghadapi bermacam-macam
kecelakaan dalam menunaikan tugasnya.
f.
Asuransi Terhadap
Bahaya-bahaya Pertanggungjawaban sipil
Maksud asuransi terhadap bahaya-bahaya
pertanggungjawaban sipil adalah asuransi yang diadakan terhadap benda-benda,
seperti asuransi rumah, perusahaan, mobil, kapal udara, kapal laut motor, dan
yang lainnya. Di RPA asuransi mengenai mobil dipaksaan.
C.
Pendapat Ulama Tentang
Asuransi
Masalah asuransi dalam
pandangan ajaran Islam termasuk masalah ijtihadiyah, artinya hukumnya perlu
dikaji sedalam mungkin karena tidak dijelaskan oleh Alquran dan Al-Sunnah
secara eksplisit. Para imam mujtahid seperti Abu Hanifah, Imam Malik, Imam
Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal dan para mujtahid yang semasa dengannya tidak
memberikan fatwa mengenai asuransi karena pada masanya asuransi belum dikenal.
Sistem asuransi baru dikenal di dunia Timur pada abad XIX Masehi. Dunia Barat
sudah mengenal sistem asuransi ini sejak abad XIV Masehi, sedangkan para ulama
mujtahid besar hidup pada sekitar abad II s.d IX Masehi.[2]
Di kalangan ulama atau
cendekiawan Muslim terhadap empat pendapat tentang hukum asuransi, yaitu:
a)
Mengharamkan asuransi
dalam segala macam dan bentuknya seperti sekarang ini, termasuk asuransi jiwa,
klmpok ini antara lain antara lain Sayyid Sabiq yang diungkap dalam kitabnya
Fiqh al-Sunnah, Abdullah al-Qalqili, Muhammad Yusuf al-Qardhawi, dan Muhammad
Bakhit al-Muth’i, alasannya antara lain:
v asuransi pada hakikatnya sama dengan judi;
v mengandung nsur tidak jelas dan tidak pasti;
v mengandung unsur riba/rente;
v mengandung unsur eksploitasi karena apabila pemegang
polis tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya yang telah dibayarkan;
v premi-premi yang telah dibayarkan oleh para pemegang
poils diputar dalam praktik riba (karena uang tersebut dikreditkan dan
dibungakan);
v asuransi termasuk akad sharfi, artinya jual beli atau
tukar-menukur mata uang tidak dengan uang tunai;
v hidup dan matinya manusia dijadikan objek bisnis, yang
berarti mendahului takdir Tuhan Yang MahaEsa.
b)
Membolehkan semua
asuransi dalam praktiknya dewasa ini.
Pendapat ini dikemukakan oleh Abdul Wahab
Khalaf, Mustafa Ahmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa dan alasan-alasan yang
dikemukakan sebagai berikut:
v tidak ada nash Alquran maupun nash al-Hadis yang melarang
asuransi;
v kedua pihak yang berjanji (asuradatordan yang
mempertanggungkan) dengan penuh kerelaan menerima oprasi ini dilakukan dengan
memikultanggung jawab masing-masing;
v asuransi tidak merugikan salah satu atau kedua belah
pihak dan bahkan asuransi menguntungkan kedua belah pihak;
v asuransi mengandung kepentingan umum, sebab premi-premi
yang terkemul dapat diinvestasikan (disalurkan kembali untuk dijadikan modal)
untuk proyek-proyek yang priduktif dan untuk pembangunan;
v asuransi termasuk akad mudharabah, maksudnya asuransi
merupakan akad kerja sama bagi hasil antara pemegang polis (pemilik modal)
dengan pihak perusahaan asuransi yang mengatur modal atas dasar bagi hasil
(profit and loss sharing);
v asuransi termasuk syirkah ta’awuniyah;
v dianalogikan atau diqiaskan dengan sistem pensiun,
seperti taspen;
v operasi asuransi dilakukan untuk kemaslahatan umum dan
kepentingan bersama;
v asuransi menjaga banyak manusia dari kecelakaan harta
benda, kekayaan, dan keperibadian.
Dengan alasan-alasan yang demikian, asuransi
dianggap membawa manfaat bagi pesertanya dan perusahaan asuransi secara
bersamaan. Praktik atau tindakan yang dapat mendatangkan kemaslahatan orang
banyak dibenarkan oleh agama.
Lebih jauh Fuad Mohammad Fachrudin
menjelaskan bahwa asuransi sosisal, seperti asuransi kesehatan dan asuransi
kecelakaan, diakibatkan oleh pekerjaan. Negara melakukannya terhadap setiap
orang yang membayar iuran premi yang ditentukan untuk itu, negara pula yang
memenuhi kekurangan yang terdapat dalam perbedaan uang yang telah dipungut
dengan uang pembayar kerugian. Maka asuransi ini menuju kearah kemaslahatan
umum yang bersifat sosial. Oleh karena itu , asuransi ini dibenarkan oleh agama
Islam.
Asuransi terhadap kecelakaan, jika
asuransinya tergolong kepada asuransi campur (asuransi yang di dalamnya
termasuk penabungan). Hakikat asuransi campur mencakup dua premi, yaitu ubntuk
menutup bahaya kematian dan untuk menyiapkan uang yang harus dibayar jika dia
tidak meninggal dunia dalm jangka waktu yang telah ditentukan, maka hukumnya
dibolehkan oleh agama Islam karena asuransicampur didalamnya terdapat dorongan
untuk menabung dan penabungan itu untuk kemaslahatan umum. Syaratnya, perusahaan asuransi berjanji kepada
para pemegang polis bahwa uang preminya tidak dikerjakan untuk pekerjaan-pekerjaan
riba, hal ini sama dengan hhukm penabungan pada pos, adapun asuransi keclakaan
yang diadakan (dilaksanakn) dengan asuransi biasa menurut Fuad Mohammad
Fachruddin tidak dibolehkan, karena asuransi ini tidak menuju ke arah
kemaslahatan umum dan kepentingan bersama.
c)
Membolehkan asuransi yang
bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang bersifat komersial semata.
Pendapat ini dikemukakan oleh Muhamad Abu
Zahrah. Alasan yang dapat digunakan untuk membolehkan asuransi yang berifat
sosial sama dengan alasan pendapat kedua, sedangkan alasan penggharaman
asuransi bersifat komersial semata-mata pada garis besarnya sama dengan alasan
pendapat pertama.
d)
Menganggap bahwa asuransi
bersifat syubhat karena tidak ada dalil-dalil syar’i yang secara jelas mengharamkan
ataupun secara jelas menghalalkannya. Apabila hukum asuransi dikatagorika
syubhat, konsekuensinya adalah umat Islam dtuntut untuk berhati-hati
(al-ihtiyath) dalam menghadapi asuransi. Umat Islam baru dibolehkan menjadi
polis atau mendirikan perusahaan asuransi apabila dalam keadaan darurat.
D.
Kesimpulan dan Harapan Terhadap
Asuransi[3]
Dari uraian-uraian yang
telah dikemukakan di atas, dapatlah disampaikan beberapa kesimpulan dan harapan
sebagai berikut:
a.
Pada dasarnya harapan
asuransi termasuk asuransi jiwa adalah dibolehkan oleh agama Islam.
b.
Untuk memasyarakatkan
asuransi dikalangan bangasa Indonesia yang kebanyakan beragama Islam, hendaknya
pihak asuransi mengadakan asuransi pembaharuan manajemen dengan memperhatikan
prinsip-prinsip dan jiwa syariat Islam.
c.
Dana yang terkumpul
berupa premi-premi yang dibayar oleh para pemegang polis kepada perusahaan
asuransi hendaknya dimanfaatkan untuk proyek-proyek yang produktif dan
peembangunan.
d.
Sebagai keuntungan dari
perusahaan suransi hendaknya digunakan untuk kepentingan-kepentingan
kemasyarakatan dan keagamaan;
e.
Majelis Ulma Indonesia
(MUI) pusat sebagai pembawa aspirasi umat Islam Indonesia hendaknya segera
mengeluarkan fatwa hukum asuransi, agar umat islam di Indonesia mempunyai
pandangan dan pegangan yang lebih mantap terhadap asuransi.
E. Keputusan Konfrensi Negara-Negara Islam Sedunia Di
Kualalumpur Mengenai Asuransi
Mengingat asuransi sudah
terdapat dan berjalan di sebagian besar negara yang sebagian besar penduduknya
beragama Islam maka negara-negara Islam sedunia berkonfermasi dengan
keputusan-keputusan sebagai berikut.
a.
Asuransi yang di dalamnya
terdapat unsur riba dan eksploitasi adalah haram.
b.
Asuransi yang bersifat
koperatif hukumnya halal:
Ø Asuransi yang khusus untuk suatu usaha dapat dilakukan
oleh manusia (sekumpul manusia) atas dasar koperatif;
Ø Suatu asuransi yang tidak terbatas untuk sesuatu usaha
dapat dilakukan oleh pemerintah;
Ø Konferensi menganjurkan pemerintah-pemerintah Islam untuk
mengadakan asurans yang bersifat koperatif antara negara-negara Islam.
Peserta-peserta
asuransi ini membayar iuran berupa uang yang tidak boleh diambil kembali
kecuali pada saat ia berhak menerimanya.
c.
Mengingat pentingnya
perdagangan internasional, maka asuransi dalam lingkup internasional yang ada
sekarang diangga halal, berdasarkan hukum darurat.
F. Asuransi Dalam Sistem Islam
Dijelaskan oleh Muhammad
Nejatullah Shiddiqi bahwa asuransi merupakan suatu kebutuhan dasar bagi manusia
karena kecelakaan dan konsekuensi finansialnya memerlukan santunan. Asuransi
merupakan organisasi penyantun masalah-masalah yang universal, seperti kematian
mendadak, cacat, penyakit pengangguran, kebakaran, banjir, badai, dan
kecelakaan- kecelakaan yang bersangkutan dengan transportasi serta
kerugianfinansial yang disebabkannya. Kecelakaan-kecelakaan seperti diatas
tidak hanya bergantung pada tindakan para sukarelawan, kenyataan ini menuntut
asuransi untuk diperlakukan sebagai kebutuhan dasar manusia pada ruang lingkup
yang sangat luas dari kegiatan-kegiatan dan situasi manusia.
Keperluan perindungan
menghadapi malapetaka dan kerugian finansial yang berkaitan dengan yang
dihadapi setiap orang sama pentingnya dengan pemeliharaan ketertiban. Untuk
melenyapkan akibat buruk dari jenis kecelakaan yang diungkapkan di atas yang
berkaitan dengan ketentuan kesejahtraan umum dan jaminan sosial, dalam suatu
sistem yang Islami merupakan tugas negara untuk memberikan pertolongan kepada
orang-orang yang sedang mengalami kesulitan dan memenuhi kebutuhan yang muncul
akibat kecelakaan mendadak, cacat bawaan, pengangguran sementara, usia lanjut
ataupun kematian wajar dari pencari nafkah keluarga. Pada umumnya negara-negara
akan mengandalkan pendapatnya sendiri untuk memenuhi kewajiban-kewajiban ini.
Dalam kasus tertentu, sejumlah sumber khusus dapat juga disadap untuk keperluan
ini, misalkan pihak majikan dibebani atas nama para pegawai dan pekerja mereka,
pihak pemerintah dibebani atas nama para pegawai negeri sebagaimana halnya upah
atau gaji.
Rancangan asuransi yang
dipandang sejalan dengan nilai-nilai Islam diajukan oleh uhammad Nejatullah
Shiddiqi sebagai berikut.
a.
Semua asuransi yang
menyangkut bahaya pada jiwa manusia, baik mengenai angota badan maupun
kesehatan harus ditangani secara eksklusif di bawah pengawasan negara.
Jika nyawa anggota badan atau kesehatan manusia tertimpa
akibat kecelakaan pada industri atau ketika sedang melaksanakan tugas yang
diperintahkan oleh majikannya, badan pertolongan dan ganti rugi dibebankan pada
pemilik pabrik atau majikannya. Prinsip yang sama dapat diterapkan ketika
memutuskan masalah pengangguaran, apakah tindakan yang harus dilakuka oleh
majikan atau pemilik pabrik setelah mengakibatkan menganggurannya orang yang
bersangkutan. Bersama dengan ini haruslah individu diberi kebebasan mengambil
asuransi guna menanggulangi kerugian yang terjadi pada kepentingan dirinya dan
keluarganya oleh berbagai kecelakaan sehingga ia dapat memelihara produktivitas
ekonomi serta kelanjutan bisnisnya.
Asuransi seperti diatas juga harus menjadi kepentingan
negara dengan membawa semua asuransi ke bawah wewenang dilaksanakan oleh
negara. Negara harus mengambil langkah-langkah untuk melindungi kekayaan dan
harta milik orang banyak dari kebakaran, banjir, kerusakan gempa bumi, badai,
dan pencurian. Kesempatan haruslah diberikan kepada setiap individu untuk
mengambil asuransi terhadap kerugian finansial yang terjadi. Uang ganti rugi
hendaklah ditetapkan dalam setiap kasus menurut persetujuan kontrak sebelumnya
yang menjadi dasar pembayaran premi oleh pemilik kekayaan. Dalam seseorang
jatuh miskin disebabkan oleh suatu musibah, orang tersebut harus ditolong dari
kemiskinannya dengan sistem jaminan sosial. Jaminan ini mesti dapat diperoleh
tanpa pembayaran premi apa pun. Akan cocok kiranya jika perusahaan-perusahaan
besar seperti industri pesawat terbang wajib untuk diasuransikan, rumah tempa
tingal juga dapat dipertimbangan menurut jalur-jalurini, badan swasta yang
melakukan usaha asuransi bagi brang-barang kekayaan juga dapat diizinkan.
b.
Hendaklah sebagian besar
bentuk asuransi yang berkaitan dengan jiwa, perdagangan laut, kebakaran, dan
kecelakaan dimasukan dalam sektor negara. Beberapa di antaranya yang berurusan
dengan kecelakaan-kecelakaan tertentu, hak-hak, dan kepentingan-kepentingan
serta kontrak-kontrak yang bisa diserahkan kepada sektor swasta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
jangan lupa komentarnya :) no SARA!