Senin, 09 September 2013

TARJAMAH, TAFSIR DAN TA’WIL


Oleh: Prof. Dr. H. Maragustam Siregar, M.A.

A.     PENGERTIAN
Kata tarjamah dalam pengertian etimologi (harfiyah) digunakan untuk dua macam pengertian, yaitu:
  1. Mengalihkan suatu pembicaraan dari bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain, seperti dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia dan lain-lain.
  2. Menafsirkan atau menginterpretasikan suatu pembicaraan dengan menjelaskan makna yang terkandung di dalamnya.
Dengan demikian, kata tarjamah secara harfiyah bisa dianggap identik dengan istilah tafsir. Dalam bahasa Indonesia, kata tarjamah lazim populer dengan sebuatan terjemah. Terjemah, atau terjemahan dalam Kamus Bahasa Indonesia karangan WJS. Poerwadarminta diartikan dengan “salinan dari sesuatu bahasa kepada bahsa lain.” Tidak jauh berbeda dengan pengertian di atas, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia juga dikemukakan bahwa “terjemah atau menterjemahkan ialah menyalin (memindahkan) dari suatu bahasa kebahsa lain; mengalihbahasakan.”
Seperti:
الحمد لله رب العالمين
Terjemahan ke dalam bahasa Indonesia: “Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam.” Dari contoh tersebut, maka lafal hamdalah dinamakan mutarjam (kata-kata yang diterjemahkan), sedangkan kata “segala puji itu bagi Allah, Tuhan segala alam” dinamakan tarjamah/terjemahan; dan orang yang menterjemahkannya dalam istilah tafsir disebut dengan mutarjim.
  1. MACAM-MACAM TARJAMAH
Sejalan dengan contoh diatas, para ahli tafsir membedakan tarjamah ke dalam dua macam, yaitu:
  1. Tarjamah Harfiyah
Tarjamah harfiyah ialah tarjamah yang dilakukan dengan cara menyalin atau memindahkan suatu pembicaraan dari satu bahasa ke bahasa lain, dengan menyalin yang terikat dengan susunan kata-kata atau kalimat-kalimat asal yang diterjemahkan. Cara ini sering disebut dengan tarjamah leterlek (literalis).
  1. Tarjamah Tafsiriyah
Tarjamah tafsiriyah ialah terjemahan yang dilakukan dengan menerangkan maksud suatu pembicaraan dari satu bahasa ke bahasa yang lain dengan menjelaskan makna yang terkandung di dalamnya, serta memperhatikan struktur susunan kebahasaan bahasa yang diterjemahkan, tetapi tidak terikat dengan makna literal (lahiriyah) dari bahasa yang diterjemahkan itu. Itulah sebabnya terjemah cara ini juga disebut dengan terjemah bebas. Sebagai contoh:
Arti tajamah tafsiriyahnya: “Dan berpeganglah kamu semua kepada tali (agama) Allah (Al-Qur’an) serta janganlah kamu bercerai-berai gontok-gontokan) dan ingatlah kamu akan nikmat (yang telah Allah) berikan kepadamu ketika kamu dahulu (zaman Jahiliyah) bermusuh-musuhan), kemudian Allah menjinakkan di antara hati kamu sehingga, dengan nikmat Allah (ajaran-ajaran Islam), kamu semua menjadi orang-orang yang bersaudara.”

C. TAFSIR
Tafsir secara bahasa berarti menjelaskan, menyingkap dan menampakkan atau menerangkan makna yang abstrak. Tafsir menurut istilah sebagaimana yang didefinisikan oleh Abu Hayyan ialah ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafaz-lafaz Qur’an, tentang petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya baik ketika berdiri sendiri maupun ketika tersusun dan makan-makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun serta hal-hal lain yang melengkapinya.[1] Kemudian dijelaskan definisi tersebut dalam penggalan-penggalan yakni:
  1. “Ilmu”: meliputi segala macam ilmu;
  2. “yang membahas tentang cara pengucapan lafaz-lafaz Qur’an”: mengacu kepada ilmu-ilmu qiraat.;
  3. “tentang petunjuk-petunjuknya”: adalah pengertian-pengertian yang ditunjukkan oleh lafaz-lafaz itu. Ini mengcu kepada ilmu bahasa yang diperlukan dalam ilmu (tafsir) ini;
  4. “hukum-hukumnya baik ketika berdiri sendiri maupun ketika tersusun”: meliputi ilmu sharaf, ilmu I’rab, ilmu bayan dan ilmu badi;
  5. “makan-makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun”: meliputi pengertiannya yang hakiki dan majazi; sebab suatu susunan kalimat terkadang menurut lahirnya menghendaki sesuatu makna tetapi untuk membawanya ke makna lahir itu terdapat penghalang sehingga tarkib tersebut mesti dibawa ke makna yang bukan makna lahir, yaitu majaz;
  6. “hal-hal lain yang melengkapinya”: mencakup pengertian tentang naskh, sebab nuzul, kisah-kisah yang dapat menjelaskan sesuatu yang kurang jelas dalam Qur’an, dan lain sebagainya.
            Menurut Zarkasyi bahwa tafsir ialah ilmu untuk memahami Kitabullah yang diturunkan kepada Muhammad, menjelaskan makna-maknanya serta mengeluarkan hukum dan hikmahnya.[2]
D. TA’WIL:
            Arti ta’wil menurut bahasa ialah menerangkan, menjelaskan. Menurut Qaththan bahwa takwil berarti kembali ke asal. Adapun menurut bahasa menurut Zarqani adalah sama dengan arti tafsir. Adapun menurut istilah terjadi berbagai pendapat yang dijelaskan oleh Rasihan Anwar sebagai berikut:[3]
a.     Al-Jurzani bahwa takwil ialah memalingkan suatu lafaz dari makna zahirnya terhadap makna yang dikandungnya apabila makna alternatif yang dipandangnya sesuai dengan ketentuan al-Kitab dan as-Sunnah.
b.    Shiddiqy bahwa takwil ialah mengembalikan sesuatu kepada ghayahnya yakni menerangkan apa yang dimaksud.
 Menurut Ulama Salaf:
a.     Menafsirkan dan menjelaskan makna suatu ungkapan, baik yang bersesuaian dengan makna lahirnya ataupun bertentangan. Definisi takwil seperti ini sama dengan definisi tafsir. Dalam pengertian ini, ath-Thabari menggunakan istilah takwil di dalam kitab tafsirnya.
b.    Hakikat sebenarnya yang dikehendaki suatu ungkapan
Menurut Ulama Khalaf: Takwil ialah mengalihkan suatu lafaz dari maknanya yang rajih (kuat) kepada makna yang marjuh (lemah) karena ada indikasi untuk itu.
Ringkasnya takwil menurut istilah ialah menjelaskan lafaz dengan berbagai alternatif kandungan makna yang bukan merupakan makna lahirnya. Dalam pengertian yang masyhur bahwa takwil disamakan dengan pengertian tafsir.


PERBEDAAN ANTARA TAFSIR DAN TAKWIL
NO.
TAFSIR
TAKWIL
1.
Ar-Raghib Ashfahani: lebih umum dan lebih banyak digunakan untuk lafaz dan kosakata dalam kitab-kitab yang diturunkan Allah dan kitab-kitab lainnya
Ar-Raghib al-Asfahani: lebih banyak dipergunakan makna dan kalimat dalam kitab-kitab yang diturnkan Allah saja
2.
Menerangkan makna lafaz yang tidak menerima selain dari satu arti.
Menetapkan makna yang dikehendaki suatu lafaaz yang dapat menerima banyak makna karena didukung oleh dalil
3.
Al-Maturidi: menerangkan apa yang dikehendaki ayat dan menetapkan seperti yang dikehendaki Allah
Menyeleksi salah satu makna yang mungkin diterima oleh suatu ayat tanpa meyakinkan bahwa itulah yang dikehendaki Allah
4.
Abu Thalib Atas-Tsalabi: Menerangkan makna lafaz, baik berupa hakikat atau majaz
Abu Thalib atas-Tsalabi: Menafsirkan batin ayat
5.
Manna Qaththan: tafsir apa yang telah jelas dalam Kitab atau pastidalam sunnah yang shahih karena maknanya jelas. Tafsir: apa yang berhubungan dengan riwayat.
Sedangkan takwi adalah apa yang disimpulkan ulama. Takwil adalah apa yang berhubungan dengan dirayah.
6.
Manna Qaththan: tafsir lebih banyak dipergunakan dalam lafaz dan mufradat.
Sedangkan takwil lebih banyak dipakai dalam makna dan susunan kalimat.



DAFTAR PUSTAKA

Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Litera Antar Nusa, Jakarta, 1994.

Rasihan Anwar, Ulumul Qur’an, Pustaka Setia, Bandung, 2000.


[1] Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Litera AntarNusa, Jakarta, 1994, hal. 456.
[2] Ibid., hal. 457.
[3] Rasihan Anwar, Ulumul Qur’an, Pustaka Setia, Bandung, 2000, hal. 211-213.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jangan lupa komentarnya :) no SARA!