Selasa, 03 September 2013

AL-QUR'AN DAN WAHYU


AL-QUR'AN DAN WAHYU


Oleh: Prof. Dr. H. Maragustam Siregar, M.A.



A.  PENGERTIAN WAHYU DAN AL-QUR'AN
Al-Wahy atau wahyu adalah kata masdar (infinitif); dan materi kata itu menunjukkan dua pengertian dasar, yaitu: tersembunyi dan cepat. Oleh sebab itu, maka dikatakan bahwa wahyu ialah pemberi­tahuan secara tersembunyi dan cepat yang khusus ditujukan kepada orang yang diberitahu tanpa diketahui orang lain. Menurut ilmu bahasa, wahyu ialah : isyarat yang cepat dengan tangan dan sesuatu isyarat yang dilakukan bukan dengan tangan. Juga bermakna surat, tulisan, sebagaimana bermakna pula, segala yang kita sampaikan kepada orang lain untuk diketahuinya.
Wahyu itu ialah : yang dibisikkan kedalam sukma, diilhamkan dan isyarat cepat yang lebih mirip kepada dirahasiakan daripada dilahirkan.

Pengertian wahyu dalam arti bahasa meliputi:
1.      Ilham sebagai bawaan dasar manusia, seperti wahyu terhadap ibu Nabi Musa:
"Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa: "Susuilah dia... " (al­
Qasas [28]:7).
Ilham yang berupa naluri pada binatang, seperti wahyu kepada lebah:
Dan Tuhanmu telah mewahyukan (ilhamkan) kepada lebah: 'Buatlah sa­rang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di rumah-rumah yang didirikan manusia.  (an-Nahl [16]:68).
2.      Isyarat yang cepat melalui rumus dan kode, seperti isyarat Zakaria yang diceritakan Qur'an:
"Maka keluarlah dia dari mihrab, lalu memberi isyarat kepada mereka: 'Hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang. "'
(Maryam [19]:11).
3.      Bisikan dan tipu daya setan untuk menjadikan yang buruk kelihatan indah dalam diri manusia.
"Sesungguhnya syaitan-syaitan itu membisikkan kepada kawan­kawannya agar mereka membantah kamu." (al-An`am [6]:121).
"Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan dari jenis manusia dan dari jenis jin; sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu manusia." (al-An'am [61:112).
4.      Apa yang disampaikan Allah kepada para malaikatnya berupa suatu perintah untuk dikerjakan.
"Ingatlah ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah pendirian orang-orang yang beriman. "' (al-Anfal [8]:12).
Sedangkan menurut istilah, wahyu ialah : sebutan bagi sesuatu yang dituangkan dengan cara yang cepat dari Allah kedalam dada Nabi-nabi-Nya, sebagaimana dipergunakan juga untuk lafadz Al-Qur'an. Dapat diartikan juga bahwa wahyu Allah kepada nabi-nabi-Nya adalah : pengetahuan pengetahuan yang Allah tuangkan kedalam jiwa Nabi, untuk mereka sampaikan kepada manusia untuk menunjuki dan memperbaiki mereka didalam dunia serta membahagiakan mereka diakhirat.
Oleh sebab itu para ulama berpendapat mengenai cara turunnya wahyu Allah yang berupa Qur'an kepada Jibril dengan beberapa pen­dapat:
1.      Bahwa Jibril menerimanya secara pendengaran dari Allah de­ngan lafalnya yang khusus.
2.      Bahwa Jibril menghafalnya dari lauhul mahfuz.
3.      Bahwa maknanya disampaikan kepada Jibril, sedang lafalnya adalah lafal Jibril, atau lafal Muhammad s.a.w.
Pendapat pertama itulah yang benar; dan pendapat itu yang dijadikan pegangan oleh Ahlus Sunnah wal Jama'ah, serta diperkuat oleh hadis Nawas bin Sam'an yakni:
Hadis dari Nawas bin Sam’an r.a. yang mengatakan: Rasulullah s.a.w. berkata: Apabila Allah hendak memberikan wahyu mengenai suatu urusan, Dia berbicara melalui wahyu, maka langit pun tergetarlah dengan getaran atau dia mengatakan dengan goncangan yang dahsyat karena takut kepada Allah ‘azza wa jalla. Apabila penghuni langit mendengar hal itu, maka pingsan dan jatuh bersujudlah mereka itu kepada Allah. Yang pertama sekali mengangkat muka di antara mereka itu adalah Jibril, maka Allah membicarakan wahyu itu kepada Jibril menurut apa yang dikehendakiNya. Kemudian Jibril berjalan melintasi para malaikat. Setiap kali dia melalui satu langit, maka bertanyalah kepadanya malaikat langit itu: Apakah yang telah dikatakan oleh Tuhan kita wahai Jibril? Jibril menjawab: Dia mengatakan yang hak dan Dialah yang Mahatinggi lagi Mahabesar. Para malaikat itu semuanya pun mengatakan seperti apa yang dikatakan Jibrial. Lalu Jibril menyampaikan wahyu itu seperti diperintahkan Allah azza wa jalla. (HR. Thabrani).

b. Al-Qur'an
Al-Qur'an menurut pendapat yang paling kuat seperti yang dikemukakan Dr.Subkhi Al-Shalih berarti "bacaan ", asal katanya adalah "qara 'a ". Kata A1­Qur'an itu berbentuk masdar dengan arti isim maf ul yaitu "maqru "' (yang dibaca).
Sedangkan menurut istilah Al-Qur'an ialah : "Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW dan yang ditulis di mushaf dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah, dimulai dari al-Fatihah dan diakhir dengan al-Nas. Dengan demikian kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidaklah dinamakan Al-Qur'an.

B. CARA AL-QUR'AN DIWAHYUKAN
Nabi Muhammad SAW dalam hal menerima wahyu mengalami bermacam­macam cara dan keadaan, diantaranya
1. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi dengan rupanya yang asli.  Hal ini tersebut dalam Al-Qur'an.
"Sesungguhnya Muhammad telah melihatnya (Jibril) pada kali yang lain. Ketika (ia berada) di Sidratul Muntaha ". (QS. A n-Najm :13-14)
2. Malaikat memasukkan wahyu kedalam hatinya. Dalam hal ini Nabi Muhammad SAW tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada saja dalam kalbunya. Mengenai hal ini Nabi mengatakan : "Ruhul Qudus mewahyukan ke dalam kalbuku ". (QSAsy­Syuura : 51)
3. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi Muhammad SAW berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar akan kata-kata itu.
4. Wahyu datang kepadanya seperti gemerincing lonceng. Cara yang seperti inilah yang amat berat yang dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada keningnya bercucuran keringat, terkadang disaat beliau mengendarai unta, untanya berhenti dan terduduk karena merasakan beban yang teramat berat.
5. Allah berbicara kepada Nabi dari belakang hijab, baik dalam keadaan nabi yang sadar (jaga), sebagaimana sewaktu beliau Isra', ataupun dalam keadaan tidur seperti yang diriwayatkan oleh Turmudzi melalui sebuah hadits dari Muadz.
6. Melalui mimpi yang benar.
7. Israfil turun membawa beberapa kalimat wahyu, sebelum Jibril datang membawa wahyu Al-Qur'an.
8. Segolongan ahli ilmu berpendapat, bahwa ada lagi satu cara wahyu itu diturunkan, yaitu Allah berbicara langsung dengan Nabi dengan bertatap muka tanpa hijab. Adapun pendapat ini berdasarkan faham bahwa Nabi Muhammad dapat melihat Allah dengan mata kepalnya. Hal inilah yang kemudian banyak diperselisihkan oleh para ulama. Karena `Aisyah menolak pendapat bahwa Rasulullah SAW dapat melihat Allah dengan

C. HIKMAH AL-QUR'AN  DITURUNKAN BERANGSUR-ANGSUR.
Dari beberapa sumber yang ada menyebutkan bahwa Al-Qur'an itu
diturunkan secara berangsur-angsur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari. 13 tahun
di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Turunnya Al-Qur'an secara berangsur­
angsur sudah barang tentu ada hikmah yang terkandung dibalik semua itu. Hikmah
turunnya Al-Qur'an secara berangsur-angsur diantaranya.
1. Agar lebih mudah dimengerti dan diamalkan. Apabila A1-Qur'an yang berisikan perintah dan larangan diturunkan sekaligus, maka niscaya manusia akan merasa kesulitan untuk mengamalkannya. Hal ini disebutkan dala sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Aisyah r.a.
2. Turunnya suatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Hal ini tentu akan lebih mengesankan dan lebih berpengaruh didalam hati manusia. Wahyu itu apabila diturunkan tiap-tiap waktu kejadian, maka teguhlah hati orang yang menerimanya.
3. Memudahkan proses penghafalannya.
4. Diantara ayat -ayat yang turun, ada yang merupakan jawawaban daripada pertanyaan-pertanyaan atau penolakan terhadap suatu pendapat atau perbuatan. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas r.a., hal ini tidak mungkin terjadi jika kalu Al-Qur'an diturunkan sekaligus.
5. Diantara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh sesuai dengan kemaslahatan. Hal ini tidak dapat dilakukan sekiranya Al-Qur'an diturunkan secara sekaligus.

D. KEDUDUKAN AL-QUR'AN
Apabila kita memandang Al-Qur'an dalam konteks dasar-dasar keislaman, maka kedudukan A1-Qur'an merupakan sumber utama (sumber dari segala sumber) atau pokok-pokok asasy bagi syari'at Islam. Kemudian dari A1-Qur'an inilah diambil segala pokok-pokok syari'at dan cabang-cabangnya. Sehungga dapat pula dikatakan bahwa Al-Qur'an merupakan dasar kully bag] syari'at Islam dan pengumpul segala hukum. Allah berfirman dalam Al-Qur'an.
Oleh karena Al-Qur'an dasar-dasar pokok, maka dalam hal memahaminya memerlukan tafshil. Oleh karena itu Al-Qur'an memerlukan hadits dalam hal penjelsannya. Maka dikenallah bahwa hadits (sunnah) merupakan sumber yang kedua dalam Islam setelah Al-Qur'an.

E. NAMA-NAMA AL-QUR'AN
Al-Qur'an mempunyai beberapa nama yang kesemuanya menun­jukkan kedudukannya yang tinggi dan luhur, dan secara mutlak Al­Qur'an adalah kitab samawy yang paling mulia. Karenanya dinamai­lah kitab samawy itu dengan: Al-Qur'an, Al-Furqan, At-Tanzil, Ada­Dzikr, Al-Kitab dsb. Seperti halnya Allah juga telah memberi sifat tentang AI-Qur'an sifat-sifat yang luhur antara lain; nur/cahaya, hudan (petunjuk), rahmat, syifa' (obat), mau'izhah (nasehat), `aziz (mulia), mubarak (yang diberkahi), basyir (pembawa khabar balk), nadzir (pembawa khabar buruk) dan sifat-sifat lain yang menunjuk­kan kebesaran dan kesuciannya.
Alasan penamaan:
  1. Alasan dinamainya dengan Al Qur'an ialah karena banyak (kata­-kata Al-Qur'an) terdapat dalam ayat, antara lain firman Allah s w.t.: Qaaf: 1:
Dan Firman-Nya al-Isra’ :9
Sesungguhnya Al-Qur'an ini memberi petunjuk pada jalan yang amat lurus.           (Al-Isra: ayat 9).­

2. Alasan Al-Qur'an dinamai dengan Al-Furqan sebagaimana tertera dalam firman Allah s. w, t.:
Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al Qur'an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (al-Furqan: 1)
  1. Alasan Alquran diberi nama dengan at-Tanzil sebagaimana tertera dalam firman Allah asy-Suara: 192-193):
Dan sesungguhnya Al Qur'an (al-Tanzil) ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al Amin (Jibril).
  1. Alasan dinamakan dengan Adz-Dzikr sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Hijr: 9:
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an (adz-Dzikr), dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.
  1. Alasan dinamakan dengan Al-Kitab sebagaimana tertera dalam firman Allah QS. Ad-Dukhan: 1-3:
Haa Miim. Demi Kitab (Al Qur'an) yang menjelaskan, sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.
Adapun mengenai sifat-sifatnya sungguh tertera dalam sejumlah ayat-ayat Alquran, bahkan sedikit sekali (jarang) surat-surat dalam Alquran yang tiak menyebutkan sifat-sifat yang indah dan mulia terhadap kitab yang diturunkan oleh Tuhan yang Maha Mulia yang dijadikan mukjizat yang abadi bagi seorang Nabi yang terakhir, Diantaranya:

Hai manusia! Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaian dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit penyakit yang berada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Yunus ayat 57).
Dan Kami turunkan dari Al Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian. Al-Isra;: 82.
Dan jika Kami jadikan Al Qur'an itu suatu bacaan dalam selain bahasa Arab tentulah mereka mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?". Apakah (patut Al Qur'an) dalam bahasa asing, sedang (rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: "Al Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Qur'an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh".
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Yunus: 57.

Kata "Al-Qur'an" adalah sama halnya dengan kata "Qira'at" adalah masdar dari kata "qara'a-qira'atan dan qur'anan". Demikianlah menurut sebagian ulama dengan mengambil alasan Firman Allah QS. Al-Qiyamah: 17-18:
/
Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kamu telah sele­sai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.(A1-Qiyamah ayat 17-18).
Pengertian "qur'anahu" di sini sama dengan "qira'atahu". Maka lafaszh "qur'an" menurut pendapat ini adalah musytak (pengambilan dari kata kerja). Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa lafazh Al-Qur'an bukanlah musytak dari qara'a melainkan isim alam (nama sesuatu) bagi kitab yang mulia sebagaimana halnya nama Taurat dan Injil. Ini adalah pendapat Imam Syafi'i (Lihat kitab "Mabahitsul Qur'an karangan Al-Ustadz Manna' Al-Qaththan.
F. AYAT PERTAMA DAN TERAKHIR TURUNNYA
Pcrmulaan turun AI-Qur'anul Karim adalah tanggal 17 Rama­dhan tahun ke 40 dari kelahiran Nabi s a w. yaitu dikala beliau se­dang bertahannuts (beribadah) di Gua Hira, dimana kala itu turun wahyu (Jibril AI-Amin) dengan membawa beberapa ayat AI­Qur'anul Hakim. la (Jibril) menyekap Nabi ke dadanya lalu mele­paskannya (dan melakukan yang demikian itu berulang tiga kali), sambil mengatakan "iqra' (bacalah)" pada setiap kalinya, dan Rasul s a w. menjawabnya "ma ana bi qaari (saya tidak bisa membaca)". Pada dekapan yang ketiga kalinya Jibril membacakan:
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Al-Alaq: 1-5.
Adapun ayat terakhir turun ialah QS. Al-Baqarah: 281:
Dan peliharalah dirimu dari (adzab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan).
Ini adalah pendapat yang benar dan kuat menurut basil seleksi para Ulama yang tokohnya As-Sayuthy. Pendapat ini dikutip dari seorang tokoh ummat, yaitu Abdullah bin Abbas yang diriwayatkan oleh Nasa'i dari `Ikrimah dari Ibnu Abbas, bahwasanya ia berkata: "Ayat Al-Qur'an yang terakhir diturunkan.ialah ayat:
Dan Nabi setelah turun ayat itu hanya hidup 9 (sembilan hari) yang ke­mudian beliau wafat pada mat am Senin tanggal 3 Robi'ul Aw­wal. Adapun pendapat sebagian Ulama yang mengatakan bahwa ayat Al-Qur'an yang terakhir diturunkan ialah firman Allah al-Maidah: 3:

Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan ni'mat-Ku kepadamu serta telah Ku- ridhai bagimu Islam itu sebagai agama.(Al-Maidah: ayat 3)

Ini adalah pendapat yang tidak benar, karena ayat tersebut di­turunkan kepada Rosul s a w. pada waktu beliau melaksanakan haji wada` di kala beliau wukuf di 'Arafah, yang setelah itu beliau masih sempat hidup selama 81 (delapanpuluh satu) hari, dan sebelum beliau wafat turun sebuah ayat dari surat Al-Baqarah:
Maka itulah ayat yang terakhir diturunkan, bukan ayat pada surat Al-Maidah. Inilah pendapat yang benar, dan dengan turunnya ayat ini terputuslah wahyu, dan sekaligus sebagai akhir hubungan antara langit dengan bumi. Setelah turun penutup/yang terakhir ayatAI-Qur'an ini, Rosulullah s a w. pindah ke pangkuan Yang Maha Agung (wafat) setelah beliau menyampaikan amanat dan risalahnya serta menunjukkan manusia kepada ajaran Allah.
Ayat AI-Maidah sebagal ayat yang belakaegao diturunkan.
Diantara dalil yang menunjukkan bahwa ayat pada surat Al­Maidah diturunkan dikala Haji Wad;' adalah sebuah hadits Fang diriwayatkan dalam Shahih Bukhary bahwa salah seorang Yahudi pernah datang men1hadap Umar Ihnu Khattah clan herkata: Amirul Mukminin!,ada sebuah ayat dalam kitabmu yang kalau diturunkan kepada kami golongan Yahudi niscava hari turunnya itu akan kami jadikan sebagai hari besar (ied). Umar bertanya: Ayat manakah yang anda maksudkan? la menjawab: "Firman Allah s. W. t.:
Seraya Umar menjawab: "Demi Allah, Sungguh aku tahu benar tempat diturunkannya ayat tersebut serta saat dimana diturunkan. Ayat tersebut diturunkan pada waktu Rasul s a w. berada di Arafah, Hari Jum'at setelah Ashar".') Tegasnya ayat tersebut diturunkan pada suatu hari raya Islam. yang paling besar, yaitu hari raya yang melebihi hari raya lainnya.
Catatan
Imam As-Sayuthy dalam kitabnya Al-Itgan fi 'Ulumil Qur'an mengemukakan beberapa persoalan tentang ayat yang pertama dan yang terakhir diturunkan. Beliau menjawab persoalan tersebut de­ngan jawaban yang tepat dapat kami simpulkan sebagai berikut:
Persoalan pertama: Bahwasanya telah diriwayatkan dalam shahih Bukhary Muslim (shahihain),dari hadits Jabir bin Abdillah bahwa is ditanya: "Ayat Al-Qur'an manakah yang pertama diturun­
kan? la menjawab:
la dibantah: "bukan, me­lainkan al-Alaq 1-5.       Lantas ia berkata: "Saya akan menceriterakan kepadamu tentang yang pernah Rasul ceritera­kan kepada kami, Rasul s a w. pernah bersabda: "Aku pergi ke Gua Hira dan setelah menetap di sana aku pulang (turun dari bukit) me­nuju lembah aku memandang ke muka dan ke belakang ke kiri dan ke kanan, kemudian aku memandang ke langit, tiba-tiba nampaklah Jibril dan aku menjadi gemetar. Aku cepat mendatangi Khadijah dan kuperintahkan mereka: "selimutilah aku!", lalu Allah menurun­
kan ayat                                                     
Hadits tersebut menunjukkan
bahwa ayat pada surat Al-Muddatsir adalah ayat yang pertama ditu­runkan.
Pendapat tersebut dijawab oleh As-Sayuthy dengan beberapa jawaban, yang pertama: Pertanyaan ini adalah pertanyaan tentang turunnya satu surat secara sempurna. Jelaslah bahwa surat "Al-Mud­datsir" diturunkan secara sempurna sebelum diturunkannya surat "Igra" (AI-'Alaq) secara sempurna, karena surat lqra' yang pertama diturunkan adalah hanya bagian yang awalnya. Hal ini didukung oleh sebuah Hadits dalam Shahih Bukhary, Muslim, Riwayat Abdullah bahwa is berkata: Saya mendengar Rasulullah s a w. tatkala beliau menceriterakan tentang renggangnya wahyu. Beliau hersabda dalam sebuah haditsnya: "Ketika aku berjalan tiba-tiba aku mendengar suara dari langit dan aku segera melihat ke atas, tiba-tiba Malaikat yang pernah datang di Gua Hira nampak sedang duduk di kursi (ber­ada pada suatu tempat) antara langit dan humi. Akupun segera pu­lang dan segera kukatakan "selimutilah aku" kemudian Allah menu­runkan ayat:
M »
Dengan adanya kata "Malaikat yang pernah datang ke Gua Hira" menunjukkan bahwa kisah ini (turunnya Al-Muddatsir) adalah lebih belakangan dari kisah Gua Hira (Iqra' Bismi Rabbika.......)
Imam As-Sayuthy memberikan jawaban be rikutnya dalam kitab tersebut yang tidak perlu disebutkan di sini.
Persoalan ke-dua: Bahwa ayat AI-Maidah yang berbunyi:
Adalah menunjukkan bahwa Agama Islam telah lengkap dan sempurna, karena itu bagaimana mungkin masih turun beberapa ayat yang lain? Itulah sebabnya kami mengatakan bahwa ayat ter­sebut adalah sebagai ayat Al-Qur'an yang terakhir diturunkan.
Jawaban tentang pendapat.tersebut adalah: Allah s.w.t. telah aaenyempurnakan ajaran Islam dengan penjelasan berbagai kewajib­an dan hukum/ketetapan, penjelasan tentang halal dan haram. Se gala hal yang dibutuhkan oleh ummat telah dijelaskan oleh Allah s. ww t., juga telah diperinci tentang segala hukum-hukumnya sehing­ga mereka berada di atas landasan yang jelas. Kesemuanya itu bukan berarti menutup samasekali kemungkinan masih turunnya ayat-ayat lain yang berhubungan dengan peringatan dan ancaman dari Allah, dan yang berhubungan dengan peringatan kepada manusia akan ada­nya gejolak yang maha dahsyat di hadapan Tuhan sebagai penegak hukum Yang Maha Bijaksana pada hari tersebut, yaitu suatu hari dimana harta dan anak cucu tidak lagi ada manfaatnya kecuali bagi orang yang menghadap Allah dengan hati yang tulus. Berdasarkan uraian di atas sekelompok Ulama telah menegaskan bahkan As­Suddy sendiri mengatakan bahwa setelah diturunkan ayat Al-Maidah tidak lagi akan turun ayat tentang yang halal dan yang haram





DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Jaya Sakti, Surabaya, 1997.
Teuku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiegy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Our 'an dan Tafsir, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 1997.
Al-Shabuni, Al-Tibyaan fii Ulum al-Quran, 1390 H, Dar Irsyab, Kairo.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jangan lupa komentarnya :) no SARA!